Sebuah ideologi, sangat dibutuhkan oleh suatu bangsa untuk mengikat masyarakatnya agar bisa hidup bersama, membentuk solidaritas dalam naungan satu ideologi. Ideologi akan membentuk identitas bangsa itu. Ideologi negara yang kuat dan kokoh adalah fundamental atau dasar bagi setiap bangsa dan negara untuk kuat dan maju, mampu mengatasi berbagai pertentangan atau ketegangan sosial, tidak mudah terombang-ambing oleh banyak persoalan. Baik internal maupun eksternal.
Dalam masyarakat yang majemuk, heterogen, beribu suku bangsa, adat istiadat, bahasa, agama/kepercayaan, luas wilayah, belasan ribu pulau, perbedaan-perbedaan itu tentu menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Sehingga perlu ideologi bangsa yang kuat, adaftif dan menyatukan. Pentingnya ideologi bagi suatu bangsa adalah sebagai pemersatu keseragaman, ataupun keanekaragaman bangsa. Kesatuan dalam perbedaan, perbedaan dalam kesatuan. Kemajemukan inilah yang menjadi pertimbangan para pendiri (founding fathers) bangsa Indonesia saat menetapkan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia setelah mengalami berbagai fase rumusan yang alot, rumit dan melelahkan.
Ideologi Pancasila dengan prinsip Bhinneka tunggal ika mengajarkan kita untuk senantiasa hidup dengan penuh rasa toleran. Karena adanya banyak jenis agama, suku, ras dan aliran, namun pada hakekatnya satu jua, yaitu satu bangsa, bangsa Indonesia. Rongrongan terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia bukan terjadi diakhir-akhir ini saja, tapi bahkan sejak awal kelahirannya. Pemberontakan Madiun 1948 dan G30S/PKI yang membawa ideologi komunis adalah peristiwa yang tercatat dalam sejarah. Radikalisme agama dengan ideologi negara islam seperti peristiwa DI/TII di berbagai wilayah Indonesia diawal-awal kemerdekaan juga menjadi guratan sejarahnya. Belum letupan-letupan separatis lainya seperti PRRI, Permesta, GAM, RMS dan OPM.
Lantas, apakah gerakan mereduksi atau bahkan mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sudah tidak ada dimasa kini? Ataukah Pancasila sudah kedaluarsa dan perlu ideologi baru yang lebih pop menyesuaikan dinamisnya jaman? Atau justru Pancasila sebagai ideologi bangsa makin relevan dan perlu dipahami nilai luhurnya, cetak biru entitasnya dan road mapnya yang sejalan dengan elemen bangsa Indonesia di era yang berputar sangat dinamis dan penuh ketidakpastian?. Era dimana ideologi besar seperti sosialisme komunisme di Eropa Timur runtuh, liberalisme kapitalisme di Uni Eropa dan Amerika yang guncang akibat krisis moneter, Inilah pentingnya pemahaman nilai-nilai ideologi Pancasila sebagai modal ketahanan bangsa. Yang membuktikan bangsa ini ligat dan tangguh dengan ideologi Pancasilanya.
Pancasila vs Infiltrasi Ideologi
Di era digital seperti masa kini, dimana informasi terbuka sangat cepat dan menembus batas wilayah negara. Implikasinya membawa pengaruh budaya dan pola pikir. Imprealisme tidak lagi harus dengan mesiu dan perang, tapi cara yang lebih halus namun lebih berdampak. Infiltrasi ideologi termasuk infiltrasi budaya. K-Pop dan drakor adalah yang paling fenomenal sebagai contoh.
Generasi muda milenial lebih mengenal makanan Korea seperti jajangmyeon, tteobokki, ramyeon, kimchi, soju dibanding boromrom, sempolan, paliat, papeda, sarabba dan bir pletok yang ada di negerinya Indonesia. Lebih paham wilayah Itaewon, Jeju, Gangnam, Nami, Hongdae dibanding Berau, Raja Ampat, Ngarai Sianok, Weh, dan Wakatobi. Bahkan lebih mengerti sejarah Korea dan era kerajaan Joseon dibanding sejarah bangsa Indonesia dan era kerajaan-kerjaan besar nusantara seperti kerajaan Majapahit, Sriwijaya dan Kutai yang peninggalannya masih berdiri megah hingga saat ini seperti candi Borobudur dan Prambanan. Apatah lagi jika ditanya wawasan mengenai pahlawan nasional dan sejarah kemerdekaan.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan bahwa infiltrasi budaya asing ke Indonesia sudah semakin mengkhawatirkan. Kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal dengan nilai-nilai luhur budaya, saat ini kian terancam. Bangsa Indonesia seperti mulai kehilangan jati diri sebagai bangsa yang beradab.
“Semboyan Bhineka Tunggal Ika memiliki makna yang sangat mendalam, menunjukkan tingginya karakter bangsa dalam hal toleransi. Namun ironisnya, saat ini kita seolah melupakannya. Sudah waktunya kita kembali ke titik semula, kembali menjadi manusia Indonesia seutuhnya,” kata sang ketua DPR.
Selain infiltrasi budaya, ada yang tidak kalah mengkuatirkan. Infiltrasi ideologi keagamaan. Yang mengancam kebhinnekaan Indonesia adalah gerakan infiltrasi ideologi Islam seperti kebangkitan roh DI/TII yang diinisiasi ideologi islam radikal asing seperti ISIS dan Al Qaeda. Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia rentan dengan infiltrasi ideologi radikalisme islam. Suatu idiologi ekslusif yang selalu mengedepankan kekerasan dalam merealisasikan tujuannya. Dogma-dogma yang ada dalam ajaran agama Islam ditafsirkan secara dangkal dan apa adanya serta disalahgunakan untuk melegitimasi atas segala tindakan radikalnya. Ideologi radikal Islam yang dimotori ISIS dan Al Qaeda menyebar dengan cepat dengan memanfaatkan berbagai media keseluruh penjuru dunia melalui situs-situs, buku-buku, pendidikan di sekolah-sekolah, kampus-kampus, ceramah, jejaring sosial seperti face book, you tube, twitter dll., hingga pengaruhnya sampai ke Indonesia. Tidak heran jika ormas seperti FPI (Front Pembela Islam) dan HTI (Hisbut Tahrir Indonesia) tumbuh dan berkembang. Bahkan yang memilih gerakan bersenjata seperti JAD (Jamaah Ansarut Daulah), MIT (Mujahidin Indonesia Timur) pun tumbuh yang masih sering membuat terror dan menyebarkan ideologi radikal islam melalui sel-selnya bahkan ke kampus dan kantor aparatur negara.
Merebaknya fenomena radikalisasi Islam di kalangan pemuda terutama terjadi di kampus-kampus besar merupakan sebuah kecolongan besar bagi masa depan bangsa, di mana mereka adalah calon-calon pemimpin masa depan. Jika hal ini terus terjadi kemungkinan besar Pancasila sebagai Philosophische Grondslag atau dasar negara akan segera tergantikan oleh syariat Islam atau khilafah melalui pemimpin-pemimpin yang berpaham fundamental. Dan kemungkinan buruk selanjutnya sesuai premis awal tentang radikalisme, Indonesia akan mengalami beberapa peperangan, benturan fisik, dan pembunuhan antaragama yang ada. Hal ini bisa terjadi karena kondisi masyarakat Indonesia yang beragam, banyak agama juga alirannya.
Ditarik dalam konteks tema ini, Pancasila adalah sebuah hasil pemikiran tokoh pendiri Indonesia dalam merumuskan dasar negara dan pandangan hidup yang juga bisa disebut hasil kebudayaan bangsa Indonesia. Lebih dari itu Pancasila diciptakan sebagai dasar negara yang dimaksud sebagai fondasi negara yang kuat (ideologi), agar rumah kebangsaan yang bernama negara Indonesia dapat kokoh dan abadi, serta melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Dari sisi sejarah, Perumusan Pancasila dengan menghapus tujuh kata “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” dari sila 1 menjadi “ketuhanan yang maha esa” didasari semangat demi persatuan dan kesatuan bangsa mengingat Indonesia baru merdeka. Usaha ini juga jelas menggarisbawahi bahwa Indonesia bukan hanya terdiri dari warga Muslim—meskipun Islam adalah mayoritas—bahwa ada penganut agama-agama lain yang hidup di Indonesia. Mereka semua sebagai warga negara harus memiliki hak yang sama. Upaya untuk mengganti Pancasila dengan Khilafah misalnya, adalah upaya untuk mendiskreditkan pemeluk agama lain atau kelompok lain dalam negara baru yang dicita-citakan oleh kelompok tertentu. Semangat Pancasila dan aplikasi nilai-nilainya seperti toleransi, gotong royong, tepo seliro, bangga dengan budaya lokal dan menanamkan nilai cinta tanah air sebagai bagian dari iman dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat bahkan dalam keluarga menjadi sangat penting sebagai usaha warga negara dalam menjaga ketahanan nasional, memajukan bangsa dan menolak gerakan radikalisme agama.
Biaya (material maupun sosial) pemaksaan perubahan ideologi yang belum terbukti teruji yang bahkan terlihat gagal terlalu besar dan tidak sebanding dengan ideologi Pancasila yang sudah teruji dan terbukti. Akan lebih baik biaya dan energi yang melimpah tersebut dialihkan pada usaha kongkrit dalam mengembangkan tradisi yang sudah ada dan bersinergi bersatu pada membangun bangsa dengan satu ideologi Pancasila menjadi bangsa Indonesia yang besar, maju, mandiri dan disegani bangsa lain di dunia,
“Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing. Diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tetapi kita sendiri musti merumuskan keadaan”
(WS Rendra, Sajak Sebatang Lisong).
“Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita menjadi budaya arab, bukan untuk aku menjadi ‘ana’, sampeyan menjadi ‘antum’, sedulur menjadi ‘akhi’. Kita pertahankan milik kita, kita harus serap ajarannya bukan budaya arabnya” [KH Abdurrahman Wahid (Gusdur), Presiden RI ke 4]
“Kalau hindu jangan menjadi orang India, kalua islam jangan jadi orang Arab, kalua Kristen jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini” (Soekarno, Presiden RI 1).
Dr. Hernawaty,MM
Widyaiswara BPSDM Prov Kal-Tim
Sumber Literasi:
- https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5680679/pentingnya-ideologi-bagi-suatu-bangsa-dan-negara-ini-penjelasannya
- https://nasional.sindonews.com/berita/1463855/14/sejumlah-gerakan-separatis-di-indonesia
- https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/2863/Runtuhnya-Uni-Soviet-dan-pengaruhnya-terhadap-eksistensi-sosialisme-komunisme
- https://indonews.id/artikel/315006/Bahaya-Radikalisme-Adalah-Memanipulasi-Agama-untuk-Kepentingan-Kekuasaan/
- https://www.nu.or.id/post/read/78247/bahaya-radikalisme-agama-terhadap-ketahanan-pancasila
- https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/08/151456069/ketahanan-nasional-pengertian-dan-fungsinya.
- https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/23793/t/Ketua+DPR+Ingatkan+Ancaman+Infiltrasi+Budaya+Asing
- https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia