Penulis: Novi Satria Jatmiko, ST, MM
Entah ini menjadi sebuah tradisi atau hanya euforia semata, menjelang Hari Raya Idul Fitri, kerap sekali kita jumpai orang menyerbu Bank-Bank maupun tempat-tempat penukaran uang untuk menukarkan uang lamanya dengan uang baru. Uang baru ini biasanya disiapkan untuk diberikan sebagai “angpau” kepada sanak keluarga atau kerabat yang bersilaturahmi ke rumah di hari lebaran.
Bank Indonesia sendiri sudah berusaha dengan berbagai cara untuk memperbanyak tempat-tempat penukaran uang baru melalui kerjasama dengan bank-bank maupun lembaga lainnya, namun nyatanya tetap saja hal ini dirasa masih kurang untuk memfasilitasi animo masyarakat yang begitu besar terhadap penukaran uang baru. Kesempatan ini agaknya dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mengeruk untung dari jasa penukaran uang baru. Tak jarang, mereka menggunakan pinggiran jalan untuk membuka lapak jasa penukaran uang baru mereka. Namun tentu saja dengan meminta selisih penukaran sebagai keuntungan mereka.
Fenomena penukaran uang baru untuk lebaran ini cukup menarik, karena jika dilogika kenapa orang-orang mau menukarkan uangnya dengan jumlah yang lebih sedikit dari uang yang ditukarkan? Apakah uang lama yang diberikan sebagai angpau terlihat seperti tidak layak jika dijadikan sebagai hadiah?. Uang baru nampaknya punya gengsi tersendiri bagi si pemberi.
Penulis sendiri terkenang akan masa kecil yang cukup menggelitik. Usai sholat Idul Fitri bersama-sama teman-teman sebaya, biasanya penulis berburu angpau uang baru berbalut alasan silaturahmi. Pakaian yang digunakan sengaja berkantong banyak dan membawa tas kecil untuk menyimpan angpau-angpau yang akan diterima. Kami pun pergi ke rumah-rumah sanak saudara, bahkan sampai ke kampung-kampung sebelah yang jangankan kami kenal orangnya, ketemu saja baru kali itu. Bersilaturahmi, meminta maaf, menikmati hidangan sambil berharap semoga nanti sebelum pulang mendapatkan angpau dari tuan rumahnya. Uang lebaran yang terkumpul pun bukan main-main loh, yah cukuplah kiranya untuk membeli mainan baru atau sekedar membeli jajanan yang kami inginkan.
Momen pemberian uang baru menjelang hari raya Idul Fitri sebagai angpau ini, menjadi sebuah tradisi yang kelihatannya menyenangkan dan penuh makna. Di beberapa tempat, di berbagai penjuru tanah air, bahkan kita bisa melihat hal yang sama, seolah ini menjadi sebuah tradisi panjang yang sudah turun temurun dilakukan oleh warga +62 ini. Fenomena ini tentu menjadi satu hal yang menarik untuk dibahas. Lalu bagaimanakah sebenarnya sejarah pemberian uang baru menjelaang lebaran ini? Tentu ada berbagai ragam versi.
Mengutip dari Kompas.com (15/5/21), Kepala Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Sunu Wasono mengungkapkan, tradisi membagikan uang baru saat lebaran dipengaruhi oleh budaya China, yakni memberikan angpau seperti ketika tahun baru Imlek. Versi berbeda menurut krjogja.com, tradisi memberikan uang baru saat Idul Fitri diyakini berasal dari tradisi Timur Tengah yang telah diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Namun, terlepas dari versi mana yang benar, nyatanya tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kebiasaan ini seakan sudah menjadi tradisi bagi sebagian masyarakat Indonesia di hari lebaran Idul Fitri. Terhadap hal tersebut, tentu kita harus bijak menyikapinya.
Meskipun secara tradisi berbagi uang lebaran tidak harus dengan nominal yang besar, pada beberapa orang, hal ini bisa menjadi sebuah pembuktian atas pencapaian orang tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan status sosial dan kebiasaan masyarakat yang suka membanding-bandingkan. Terkadang ada orang yang demi gengsi untuk terlihat wah dimata orang lain, memaksakan diri sampai melebihi kemampuan dalam berbagi uang lebaran. Berbagi uang lebaran yang over budget seperti ini bisa menggerus pos-pos keuangan kita lainnya. Akhirnya, kebutuhan lainnya pun menjadi terganggu.
Agar tidak boncos setelah berbagi uang lebaran, sebaiknya buat perencanaan yang matang jauh-jauh hari. Rencanakan siapa-siapa saja yang akan kita bagi baik untuk anak kita, orang tua, saudara, tetangga maupun kerabat kita. Tentu saja, jika bisa sediakan pula cadangan uang untuk kerabat jauh kita yang mungkin bisa saja tiba-tiba datang tanpa memberi kabar berita dan di luar perhitungan.
Yang terakhir, tentu jangan lupa untuk menyisihkan sebagian uang yang kita miliki, untuk kita tabung dan investasikan. Hal ini penting, mengingat kita tidak hanya hidup untuk hari ini saja. Akan ada masa depan yang harus tetap kita perhitungkan untuk kenyamanan dan kesejahteraan hidup kita. Terakhir, berbagi kebahagiaan dengan sesama adalah sebuah keharusan, namun harus selalu didasarkan atas niat yang tulus dan karena Allah SWT bukan karena gengsi atau ingin dipuji orang lain.