Penulis: Wanda Asmah
Mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam pada UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Ungkapan positif memang memberikan manfaat kepada setiap manusia, namun jika seseorang semakin terobsesi dengan ungkapan positif dan mengabaikan emosi negatif akan berdampak buruk dalam pengembangan diri. Kondisi inilah yang disebut toxic positivity.
Orang-orang yang terjebak toxic positivity cenderung menolak emosi negatif seperti sedih, marah atau kecewa, yang seharusnya perlu untuk diekspresikan dan dirasakan. Alhasil mereka lebih memilih untuk lari dari masalah yang seharusnya diselesaikan, dan jika sifat ini berjangka panjang akan susah dalam mengendalikan diri.
Apa Itu Toxic Positivity?
Menurut psikolog klinik Veronica Adesla dilansir dalam CNN Indonesia menjelaskan bahwa toxic positivisme adalah sebutan baru yang popular beberapa waktu ini. Sifat ini cenderung pada pikiran yang terobsesi kepada ungkapan yang positif.
Psikolog klinik tersebut juga mengartikan toxic positivity mampu memberikan pengaruh yang buruk dalam individu dalam menilai diri sendiri dan cara pandang mereka terhadap sosial, perasaan yang terlalu merendahkan diri hingga menyebabkan stress.
Penyebab Toxic Positivity
Toxic positivity ini muncul melalui ucapan. Seorang individu yang memiliki pemikiran tersebut akan merasa pesan yang disampaikan akan terkesan positif, namun ketika mengabaikan emosi negatif yang ada ungkapan positif tersebut akan menjadi racun.
Selain melalui ucapan, penyebab seseorang mengalami toxic positivity ini juga disebabkan adanya sosial media saat ini. Dengan adanya sosial media membuat setiap individu berupaya menunjukkan kesempurnaan dari kehidupannya. Ketika orang lain melihat postingan tersebut akan membuat iri dan menjadikan seseorang menginginkan kesempurnaan tersebut.
Hal inilah yang membuat seorang individu lebih mengabaikan emosi negatif karena selalu ingin terlihat sempurna dimata orang lain yang menyebabkan tumbuhnya sifat toxic positivity dalam kehidupan sosialnya.
Ciri-ciri Toxic Positivity
Adapun ciri-ciri seseorang memiliki sifat toxic positivity sebagaimana dikutip dari verywellmind.com, seperti berikut :
- Menyingkirkan masalah daripada menghadapinya
Seseorang yang memiliki toxic positivity cenderung akan mengabaikan masalah yang ada di kehidupannya, lebih memilih untuk mengantisipasinya dengan ucapan-ucapan positif supaya menenangkan pikirannya tanpa menyelesaikan masalah dengan tindakan. Menurut mereka dengan merasakan emosi sedih, marah atau kecewa membuatnya merasa bersalah, karena hal itu akan memberikan rasa tidak nyaman kepada orang lain.
- Menyembunyikan perasaan sebenarnya dibalik perasaan senang
Seharusnya sebagai individu perlu adanya emosi negatif yang seharusnya diekspresikan dan dirasakan supaya tidak ada perasaan mengganjal kepada orang lain, namun seseorang yang memiliki sifat toxic positivity cenderung terlalu mengabaikan emosi negatif pada dirinya sehingga enggan mengekspresikan perasaan sebenarnya dan mereka sulit untuk terus terang kepada orang lain.
- Mempermalukan orang lain ketika mereka tidak memiliki sifat positif
Seorang toxic positivity lebih mengurung diri dari sosial, mereka hanya mengedepankan sikapnya yang positif dan terlalu menyembunyikan perasaannya. Alhasil jika mereka bertemu orang lain atau curhat kepada mereka, seorang toxic positivity malah mempermalukan orang lain yang tidak memiliki sifat positif terhadap dirinya sendiri.
- Meminimalisir perasaan orang lain karena membuat tidak nyaman
Mereka cenderung memilih dalam pertemanan dan mereka juga terlalu waspada terhadap hubungan sosial dengan orang lain karena takut akan dikhianati. Hal tersebut yang membuat orang lain sulit mengenali mereka, alhasil membangun pertemanan membutuhkan waktu jangka panjang.
Cara Mengatasi Toxic Positivity
Dilansir dari alodokter.com terdapat cara untuk menghindari dari sifat toxic positivity ini, antara lain:
1. Rasakan dan kelola emosi negatif
Emosi negatif yang sedang dirasakan seharusnya tidak untuk dipendam. Perasaan positif maupun negatif adalah hall umrah yang dirasakan oleh setiap individu. Oleh karena itu, sebagai manusia dibolehkan untuk mengungkapkan perasaan agar tidak menjadi toxic positivity.
2. Cobalah untuk memahami, bukan menghakimi
Perasaan negatif yang dirasakan muncul dikarenakan hal tertentu, mulai dari stress , masalah keluarga, gangguan mood. Maka kita diharuskan untuk memahami perasaan tersebut dan menemukan cara untuk keluar dari perasaan negatif tersebut.
3. Hindari membanding-bandingkan masalah
Setiap orang pasti memiliki permasalahannya sendiri-sendiri dalam kehidupannya, apa yang kamu anggap sulit pasti berbeda dengan apa yang orang lain rasakan dan sebaliknya. Oleh karena itu kita tidak harus membanding-bandingkan permasalahan yang dialami dengan masalah orang lain.
4. Mengurangi penggunaan media sosial
Munculnya toxic positivity salah satunya adalah media sosial, sebaiknya kita sebagai konsumen lebih baik untuk mengurangi penggunaan media sosial secara berlebihan. Carilah waktu yang produktif untuk mengurangi waktu dalam sosial media, misalnya melakukan hobi yang disukai atau mengerjakan pekerjaan yang tertunda, mengasah kemampuan.