Penulis: Shilfa Choirun Maulidina
Mahasiswi UINSATU Tulungagung
Saat ini persaingan global sudah masuk dalam ranah digital, termasuk pada sistem pemerintahan. Mau tidak mau Indonesia juga terdampak arus revolusi industri 4.0 tersebut. Sehingga para Aparatur Sipil Negara (ASN) diharuskan untuk adaptif atau mengikuti perubahan terhadap teknologi agar kinerja pelayanan menjadi lebih cepat, akurat, dan efisien. Digitalisasi birokrasi untuk pelayanan yang optimal menjadi hal yang tak bisa dihindari.
Dalam hal menghadapi revolusi dunia digital yang semakin cepat, maka SMART ASN diarahkan kepada kemampuan ASN dalam hal-hal yang terkait dengan digitalisasi, tidak hanya mampu mengoperasikan alat elektronik, tetapi juga mampu bermedia digital dengan penuh rasa tanggung jawab. Hal tersebut diharapkan dapat menciptakan ASN yang berliterasi digital. Sebagai Smart ASN literasi digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki sehingga mampu mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan transformasi digital yang berlangsung sangat cepat.
Literasi digital tidak hanya dilihat dari kecakapan menggunakan media digital (digital skills) saja, namun juga budaya menggunakan digital (digital culture), etis menggunakan media digital (digital ethics), dan aman menggunakan media digital (digital safety). Hal-hal tersebut disebut dengan 4 (empat) Pilar Literasi digital bagi ASN.
Smart ASN menurut saya sampai saat ini belum sepenuhnya terwujud. Yang ada hanyalah langkah strategis pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan Smart ASN, misalnya perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menggunakan sistem CAT (computer Assisted Test), membuat seleksi berjalan lebih transparan yang dinilai bisa mengurangi terjadinya jual-beli jabatan, pengembangan kompetensi melalu webinar-webinar, promosi melalui social media, dan lainnya. Pada kenyataanya, segala urusan yang katanya berbasis online masih ada saja arahan untuk pengumpulan berkas ke kantor. Terkadang juga ada ketidaksamaan informasi yang disampaikan antar kedua petugas hal ini bisa saja terjadi karena miskomunikasi sehingga ada salah satu petugas yang tidak update informasi. Terkadang juga adanya kelompok-kelompok antara senior dan junior yang menyebabkan kurangnya kekompakan antara
Sesuai dengan profil Smart ASN, dimana penguasaan teknologi akan menjadi daya dukung bagi masyarakat di era globalisasi ini. Namun semua itu akan sia-sia ataupun tidak berjalan dengan maksimal apabila dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang tidak berkompeten ataupun berkualitas.
Untuk bisa berfungsi sepenuhnya, Smart ASN sendiri perlu didukung oleh Manajemen ASN. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Berdasarkan pengamatan, pelaksanaan manajemen ASN dilingkup pemerintahan daerah belum berjalan dengan maksimal. Masih saja ada oknum-oknum yang melakukan praktek politik uang (money politic), segala sesuatu hanya dinilai dari uang, siapa yang memberi uang atau siapa yang lebih banyak memberi uang maka dia yang duluan atau dia yg bisa mengisi jabatan sering kali kita sebut dengan uang pelancar.
Ditambah lagi dengan penempatan pegawai dalam jabatan pada manajemen ASN masih terkesan apa ada hubungan keluarga atau tidak. Jika dia kerabat terdekat maka dia yang bisa mengisi jabatan, hal ini biasa kita sebut dengan sebutan orang dalam. Kekuatan orang dalam sangat berpengaruh dalam penempatan pegawai yg bersifat kekeluargaan. Seringkali penempatan pegawai dalam jabatan tidak sesuai dengan keahlian dan kompetensi bidangnya, seperti halnya sebuah fasilitas kesehatan yang biasanya dipimpin oleh seorang berlatar belakang pendidikan kedokteran tetapi yang mengisi jabatan ialah seorang sarjana ekonomi. Ada juga penempatan seorang bendahara bukan berasal dari seseorang yg berlatar belakang pendidikan akuntansi.
Ada juga yang kita temukan seperti halnya masalah “jual-beli jabatan”, untuk mendapatkan jabatan tersebut diwajibkan ASN menyerahkan sejumlah uang untuk membayar jabatan tersebut, hal seperti ini sering terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Hal inilah yang menyebabkan pelaksanaan manajemen ASN masih tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Setiap pegawai ASN pastinya memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi bidangnya dengan cara pendidikan, pelatihan, seminar, dan kursus. Pengembangan kompetensi dibidangnya akan menjadi bekal untuk bersaing di ranah global, selain itu juga diperlukan untuk menanamkan integritas dan profesionalisme seorang ASN. Tapi pada kenyataannya pengembangan melalui pelatihan-pelatihan atau seminar yang harusnya semua pegawai tanpa memandang usia, ras, suku dan lain-lain yang memiliki hak untuk ikut serta belum terlaksana secara maksimal, karena masih ada oknum-oknum yang hanya mementingkan diri sendiri ataupun rekan terdekatnya atau keluarganya. Sehingga perwakilan yang dikirim hanya itu-itu saja. dengan harapan ilmu yang didapatkan hanya ada pada golongan tertentu saja Hal seperti ini masih sering terjadi di lingkungan sekitar tempat saya bekerja yang berdampak pada mutu pelayanan serta berdampak dengan sumber daya manusia, dikarenakan hanya orang tertentu saja yang mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kompetensinya.
Untuk mengukur kualitas baik ataupun buruknya birokrasi suatu daerah ataupun negara sangat bergantung atau dipengaruhi oleh kualitas kepegawaian daerah atau negaranya, diantaranya sumber daya manusianya, Serta fasilitas yang mendukung, dan tak kalah penting, untuk menciptakan birokrasi yang baik dan maju perlu adanya anggaran yang tersedia, sehingga apa yang akan diharapkan, mulai dari pengembangan sumber daya manusia sampai dengan pengadaan fasilitas pendukung dapat menciptakan seorang ASN yang SMART dan mempunyai keahlian yang didukung dengan fasilitas yang mempuni.